Halaman

Minggu, 18 April 2010

Kiat Sukses ala Chairul Tanjung

Jakarta - Chairul Tanjung berbagi rahasia suksesnya menjadi pengusaha. Menurut pria yang masuk dalam daftar 1.000 orang terkaya di dunia versi Majalah Forbes tersebut, modal utama untuk menjadi seorang pengusaha bukanlah modal yang besar.

Namun yang terpenting, seorang calon pengusaha tidak boleh cengeng dan mudah menyerah.

"Tanpa kerja keras ini semua omong kosong. Modal utama pengusaha adalah jangan cengeng, jangan mudah menyerah," kata Chairul saat ditemui dalam Pesta Wirausaha 2010 di Balai Kartini, Jalan Gatot Subroto Jakarta Minggu (11/4/2010).

Apa yang disampaikannya bukanlah omong kosong belaka. Namun lebih berdasarkan pada pengalamannya sebagai seorang pengusaha sukses. Ia mengaku saat memulai membangun kerajaan bisnisnya, ia sudah terbiasa bekerja lebih dari 18 jam per hari. Menurut Chairul, itu dilakukan untuk mewujudkan impiannya, yang sering dianggap terlalu.

"Anda semua akan dapat berdiri di sini menggantikan saya apabila bekerja keras. Dan dibutuhkan kemampuan entrepenuer dan manajerial yang baik. Tidak lagi semata-mata modal," ungkapnya di hadapan para wirausaha yang bernaung dalam wadah komunitas 'Tangan Diatas' (TDA).

Selain kerja keras, hal lain yang harus diingat adalah kerja ikhlas. Setelah itu, imbuh dia, baru menyerahkan segala hasil kerja keras yang dilakukannya kepada Tuhan.

Tips lainnya untuk menjadi seorang pengusaha sukses di tanah air yaitu harus mampu menciptakan bisnis yang tidak biasa (unusual). Dirinya mencontohkan bagaimana seorang pengusaha air mineral, AQUA, menciptakan peluang yang tidak dipikirkan orang kebanyakan sebelumnya. Dan akhirnya AQUA diikuti oleh banyak pengusaha lain untuk terjun di bisnis air kemasan.

"Kita juga ingat bagaimana Bill Gates menjadi pendiri Microsoft, dan menciptakan sistem komputer pertama yang dapat digunakan dengan mudah. Bill Gates juga tercatat sebagai yang paling sering masuk dalam orang terkaya di dunia. Sekarang siapa yang bisa menyaingi Microsoft. Begitu juga dengan AQUA. Tidak ada," paparnya.

Seperti diketahui, pada awal bulan lalu pemilik Para Group ini masuk ke dalam daftar 1.000 orang terkaya di dunia versi majalah forbes, dia menempati posisi 937 dengan jumlah kekayaan sebesar US$ 1 Miliar. Tahun lalu, pengusaha kelahiran Jakarta, 16 Juni 1962 ini juga masuk daftar 40 orang terkaya di Indonesia.

Selama ini, bidang bisnis yang pernah digeluti olehnya adalah bidang keuangan, properti, dan multimedia. Bahkan Chairul Tanjung pernah dinobatkan sebagai seorang tokoh bisnis paling berpengaruh di Indonesia oleh Majalah Warta Ekonomi.

Chairul bukan tergolong pengusaha "dadakan" yang sukses berkat kelihaian membangun kedekatan dengan penguasa. Mengawali kiprah bisnis selagi kuliah di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, sepuluh tahun kemudian ia telah memiliki sebuauh kelompok usaha yang disebut Para Group yang membawahi dua stasiun televisi yaitu Trans TV dan Trans7. Selain itu Chairul juga membidangi usaha sektor keuangan melalui PT Bank Mega Tbk.

Kelompok usaha ini dibangun berawal dari modal yang diperoleh dari Bank Exim sebesar Rp 150 juta. Bersama tiga rekannya yang lain, ia mendirikan pabrik sepatu anak-anak yang semua produknya diekspor. (epi/qom)

Whery Enggo Prayogi - detikFinance Minggu, 11/04/2010 17:55 WIB

9 Resep Sukses Arifin Panigoro

Jakarta - Pendiri kelompok usaha Medco Group, Arifin Panigoro buka-bukaan soal rahasia sukesnya. Resep itu terutama ditujukan untuk kaum-kaum muda yang hendak merintis sukses dengan tangannya sendiri.

Resep sukses Arifin Panigoro itu dituangkan dalam bukunya 'Berbisnis itu (tidak) mudah'. Pada usianya yang ke 65 tahun, Arifin merilis buku setebal 190 halaman ini ditulis berdasarkan pengalamannya selama menggeluti dunia bisnis.

Menurut Arifin, tujuan penerbitan buku ini untuk menularkan virus enterpreneurship atau kewirausahaan dan menjadikannya sebagai contoh praktik bisnis yang beretika, khususnya bagi para generasi muda.

"Pada dasarnya isi buku ini modal berusaha untuk anak-anak muda, kan anak muda yang masa waktunya masih lama," ujar Arifin, usai peluncuran buku di Graha Niaga, Jakarta, akhir pekan lalu.

Sebenarnya, ini merupakan edisi kelima buku Arifin. Dari edisi pertama hingga keempat, buku ini hanya diedarkan untuk kalangan terbatas sebagai hadiah. Untuk pertama kalinya, buku ini disebarluaskan kepada khalayak luas. Namun, walaupun bukunya sudah tersebar di mana-mana, Arifin akui dirinya bukan penulis.

"Saya bukan penulis, itu semua ngalir begitu saja, mungkin karena sudah tua, banyak bicara," ungkapnya.

Buku ini berkisah tentang Arifin muda yang membantu kegiatan usaha sang Ayah, Jusuf Panigoro di Bandung pada era 1960-an. Isi buku ini sarat dengan kaidah bisnis Arifin yang dituturkannya selama merintis roda bisnis Medco Group.

"Buku ini dasarnya pengalaman lalu diedit, disuting, sama teman-teman yang pintar. Jadi referensinya dari yang lama, diedit lagi jadi lebih teratur," ujarnya.

Menurut Arifin dalam bukunya terdapat 9 hal yang perlu dimiliki bagi para pembisnis yang ingin sukses. Kesembilan komponen tersebut yaitu intuisi, kesetaraan, kejujuran, percaya diri, jejaring, tanggung jawab, sumber daya manusia, inovasi, dan kepedulian.

"Dari buku ini, ada beberapa hal yang ingin ditonjolkan kepada para pembisni," jelasnya.

Dalam sambutannya pada pelucuran buku Arifin tersebut, Pemimpin Umum Harian Kompas Jakob Oetama menilai buku ini sangat inspiratif. Menurutnya, Arifin tidak mengisahkan pengalaman bisnisnya dengan teori-teori manajemen canggih, tetapi hanya dari pengalaman bisnis yang dirintisnya mulai dari nol. Oleh karena itu, lanjutnya, buku ini mudah dipahami dan layak menjadi pegangan praktis.

"Buku ini keluar dari cara penyampaian yang membuat dahi berkerut," ujarnya.

Buku yang menceritakan jatuh bangun Arifin dalam membangun Medco Group, lanjut Jakob, juga mampu membalikkan pendapat umum bahwa mustahil menghasilkan entepreneur asli Indonesia. Arifin dinilai sebagai sosok ideal Chief Executive Officer (CEO).

"Sosok ideal ini dirumuskan dalam sembilan prinsip yang kemudian diangkat sebagai corporate values, yaitu intuisi, kesetaraan, kejujuran, percaya diri, jejaring, tanggungjawab, sumber daya manusia, inovasi, dan peduli," ujarnya.

Jakob menambahkan, dalam buku ini Arifin menyampaikan pengalaman bisnisnya dalam koridor etis dan menjadi bagian dari upaya nasional dan pembangunan karakter Indonesia. Dia menilai, refleksi pengalaman dan pemikiran Arifin sungguh menarik, justru di tengah keterpurukan dan ketertinggalan Indonesia.

"Arifin membuktikan bahwa ada perusahaan swasta nasional asli Indonesia mampu berbicara, tidak hanya di dalam negeri tapi juga di kancah internasional. Beliau juga mengungkapkan istilah hak milik berfungsi sosial, inilah bisnis yang sesuai Pancasila," tukasnya.

Tak Mahir Berpuisi

Meski sudah menelurkan bukunya, namun Arifin mengaku dirinya sama sekali tidak bisa membuat puisi. Padahal saat peluncuran bukunya, Arifin dipuji-puji jago berpuisi.

"Saya tidak bisa membuat puisi. Tadi berkali-kali saya dibilang bikin puisi, tetapi tidak," ungkapnya.

Sebelumnya, puisi berbunyi, 'Dengan cinta setia sampai akhir hayatku aku bersumpah dari lubuh kalbuku bahwa jasadku dan apa milikku kupersembahkan padamu, wahai Tanah Airku', ini sempat diungkit oleh Pemimpin Umum Harian Kompas Jakob Oetama saat memberikan sambutan di acara peluncuran buku ini. Jakob mengaku mengagumi puisi yang tercantum dalam buku. Bahkan hatinya tergetar ketika membaca puisi tersebut.

"Saya terdiam ketika baca ungkapan ini. Luar biasa, kita gemetar karena ungkapan itu ekspresi dan sikap dasar idealis," ujar Jakob.

Di sepanjang acara peluncuran tersebut pun, MC kondang Rosiana Silalahi yang bertugas menghidupkan suasana berulangkali menyebut bahwa puisi ini merupakan karya Arifin.

Arifin mengaku, puisi tersebut merupakan karya orang lain. Pria yang tepat berusia 65 tahun pada 14 Maret lalu ini menuturkan cuplikan puisi tersebut diambilnya dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prijono yang diterjemahkan dari puisi seorang pujangga Jerman. Dulu, Prijono pernah menyampaikan cuplikan puisi ini saat pendirian ITB. Lantas, Arifin menerjemahkannya dalam Bahasa Indonesia.

Menurutnya, larik-larik kata dalam puisi ini bisa menjadi penyemangat untuk terus menggelorakan semangat berbisnis untuk lebih baik.

"Waktu buat buku ini, saya nyuplik. Waktu itu kan yang penting dimasukin saja, asal yang baca buku ini bisa nangis," celotehnya diiringi tawa.

Puisi ini pernah disampaikan Arifin dalam penutup orasi ilmiah dalam penganugerahan gelar Doktor Kehormatan atau Honoris Causa di bidang technopreneurship oleh ITB, 23 Januari 2010 silam.
(nia/qom)

Ramdhania El Hida - detikFinance Senin, 19/04/2010 07:12 WIB